Kamis, 30 Juni 2011

Syarat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ (La Ilaha Illallah)



Bismillah,

Syarat-syarat Kekokohan Pondasi



Dari sini kita mengetahui bahwa kesempurnaan agama seseorang dan segala bangunan yang berdiri di atasnya sangat tergantung pada kekokohan pondasi bangunan tersebut. Syarat agar landasan itu kokoh terlalu banyak dan landasan bangunan Islam adalah dua kalimat syahadat dan kekokohan bangunan ada pada kesanggupan untuk menyempurnakan syarat-syaratnya.

Wahb bin Munabbih menggambarkan sebagaimana dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari: “Setiap kunci memiliki gigi-gigi, dan kunci surga adalah Laa Ilaha illallah."
Beliau juga berkata: “Gigi-gigi kunci tersebut adalah syaratnya, jika engkau membawa kunci yang memiliki gigi niscaya akan terbuka pintunya dan jika tidak memiliki gigi tidak akan dibuka bagimu." (lihat Tuhfatul Murid hal. 2)

Laa Ilaha illallah memiliki syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi setiap pengikrarnya. Semua syarat tersebut tidak diharuskan untuk dihafal akan tetapi cukup untuk diamalkan kandungannya walaupun tidak dihafal. (lihat Tuhfatul Murid hal. 3)

Syarat-syaratnya terhimpun dalam bait syair dibawah ini:

عِلْمٌ يَقِيْنٌ وَإِخْلاَصٌ وَصِدْقُكَ مَعَ
مَحَبَّةٍ وَانْقِيَادٍ وَالْقَبُوْلِ لَهَا

Ilmu, yakin dan ikhlas berikut kejujuranmu bersama.
Cinta, ketundukan dan kepasrahan menerimanya.

Syarat pertama: Mengilmui makna kalimat Laa Ilaha illallah



Maknanya adalah mengilmui dan mewujudkan di dalam amal karena tidak cukup hanya mengilmui maknanya lalu tidak mengamalkannya. Bukankah orang kafir Quraisy di masa silam lebih mengetahui maknanya dibanding kaum muslimin di masa sekarang? Namun pengetahuan mereka tentang kalimat yang agung ini tidak menjadikan mereka beriman disebabkan mereka tidak mau mengamalkan apa yang mereka ketahui. Hal tersebut nampak ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru mereka agar mengucapkan Laa Ilaha illallah sembari mereka menyangkal.

أَجَعَلَ اْلآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Apakah dia (Rasulullah) akan menjadikan tuhan-tuhan (ini) menjadi satu tuhan? Sesungguhnya ini perkara yang sangat mengherankan.” (Shad: 5)

Tentang syarat ini telah disebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:

إِلاَّ مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Kecuali bagi orang yang mempersaksikan kebenaran dan mereka mengetahuinya.” (Az-Zukhruf: 86)

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ

“Maka ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah.” (Muhammad: 19)
Diriwayatkan dari Utsman bin ‘Affan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Barangsiapa yang meninggal dan dia mengetahui kalimat La ilaha illallah akan masuk ke dalam surga .”

Syarat kedua: Yakin terhadap makna yang dikandungnya.



Keyakinan yang akan menghilangkan keraguan pada diri seorang muslim. Artinya, yang mengucapkannya meyakini kebenaran, kandungan, dan konsekuensi kalimat tersebut, dengan keyakinan yang pasti dan bukan dengan zhan (praduga) belaka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ آمَنُوا بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيْلِ اللهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُوْنَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu padanya dan mereka berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa-jiwa mereka, merekalah orang-orang yang jujur.” (Al-Hujurat: 15)

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyaratkan kejujuran iman orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tidak ada keraguan padanya. Karena ragu dalam keimanan merupakan sifatnya orang-orang munafiq.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَقِيْتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang engkau jumpai di belakang tembok ini, yang mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah, dengan penuh keyakinan dalam hati maka berikanlah kabar gembira dengan surga .”

Syarat Ketiga: Ikhlas



Keikhlasan yang akan memadamkan segala gejolak kesyirikan, kemunafikan, riya’ (ingin dilihat) dan sum’ah (ingin didengar/populer). Karena ikhlas dalam pandangan agama adalah membersihkan amalan dengan niat yang baik dari segala noda-noda kesyirikan.

فَاعْبُدِ اللهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّيْنَ

“Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (Az-Zumar: 2)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ

“Orang yang paling berbahagia dengan syafaatku kelak pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Lailahaillallah dengan penuh keikhlasan dari hatinya.”

Dari ‘Itban bin Malik ia berkata: Telah bersabda Rasulullah:

إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلىَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَبْتَغِي بِذَلِكَ وَجْهَ اللهِ

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan neraka bagi orang yang megucapkan Lailahaillallah semata-mata mencari wajah Allah.”

Syarat Keempat: Jujur



Kejujuran yang akan menghilangkan sifat dusta. Artinya, orang yang mengucapkan kalimat Laa Ilaha illallah harus dibenarkan oleh hatinya, karena jika dia mengucapkannya dengan lisan lalu hatinya tidak membenarkan apa yang diucapkan maka dia adalah orang munafiq dan pendusta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ألم, أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُوْلُوا آمَنَّا وَهُمْ لاَ يُفْتَنُوْنَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِيْنَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِيْنَ

“Alif Lam Mim. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengucapkan kami beriman lalu tidak diuji. Dan sungguh Kami telah menguji orangorang sebelum mereka, agar Allah benarbenar mengetahui siapa di antara mereka yang jujur dan siapa yang berdusta.” (Al-’Ankabut: 1-2)

Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللهُ عَلىَ النَّارِ

“Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Allah dengan penuh kejujuran dalam hatinya, melainkan Allah akan mengharamkan neraka atasnya.”

Syarat Kelima: Cinta



Artinya cinta terhadap kalimat yang besar ini dengan segala konsekuensinya dan mencintai pula orang yang mengamalkan maknanya beserta syarat-syaratnya, juga membenci para penentangnya.

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللهِ أَنْدَادًا يُحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللهِ وَالَّذِيْنَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا للهِ

“Dan di antara manusia ada orang yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan (di mana) mereka cinta kepadanya sebagaimana cintanya kepada Allah, sedangkan orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

Orang yang bertauhid akan mencintai Allah dengan kecintaan yang murni. Sebaliknya, orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala namun bersamaan dengan itu juga mencintai selain Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan tentu hal ini akan menafikan ketauhidannya.

Syarat Keenam: Ketundukan



Ketundukan dan pasrah diri dalam melaksanakan segala konsekuensi kalimat tersebut dengan cara menolak semua jenis kesyirikan yang akan membatalkan ketauhidan.

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

“Dan barangsiapa yang memasrahkan wajahnya kepada Allah dan dia dalam berbuat baik, maka sugguh dia telah berpegang dengan tali yang kokoh.” (Luqman: 22)

Syarat Ketujuh: Menerima



Artinya menerima kalimat tersebut dan kandungannya, dengan lisan dan hatinya, beserta segala konsekuensinya dengan menghilangkan sikap penolakan apa yang dituntut oleh kalimat tauhid tersebut.

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيْلَ لَهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ يَسْتَكْبِرُوْنَ وَيَقُوْلُوْنَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا آلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُوْنٍ

"Sesungguhnya mereka jika diserukan untuk mengucapkan kalimat Laa ilaha illallah mereka menyombongkan diri. Dan mereka seraya berkata: Bagaimana kami akan meninggalkan tuhan-tuhan kami karena (seruan) seorang yang gila.” (Ash-Shaffat: 35-36)

[lihat ‘Aqidah Tauhid hal. 53-57 karya Asy-Syaikh Shalih Fauzan, Al-Qaulul Mufid fi Adillati At-Tauhid hal. 28-33 karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Yamani, Laa Ilaha illallah Ma’naha wa Makanaha wa Muqtadhaha hal. 14-15, karya Asy-Syaikh Shalih Fauzan, Tuhfatul Murid Syarh Al-Qaulil Mufid hal. 2, karya Nu’man Al-Watr]

Pembaca yang budiman, demikianlah gambaran kecil tentang syarat kalimat tauhid yang merupakan intisari dakwah para nabi dan karenanya diturunkan kitab-kitab. Maka jika kita menginginkan kekokohan dalam agama, sempurnakanlah pondasi bangunan Islam tersebut. Demikianlah makna ucapan Ibnu Rajab Al-Hambali sebagaimana di atas.

Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah

Wallahu a’lam.

'DUA BELAS GOLONGAN MANUSIA YG DIDOA`KAN MALAIKAT


Penulis Von Edison Alouisci

Akhi,Ukhti mau di do`akan Malaikat? perhatikanlah baik baik uraian dibawah ini..
Insya Allah berikut inilah orang-orang yang didoakan oleh para malaikat semoga kalianpun demikian..

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa 'Ya Allah, ampunilah hambamu is fulan karena tidur dalam keadaan suci".
(Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama IA berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya Allah, ampunilah IA. Ya Allah sayangilah IA"
(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra., Shahih Muslim no. 469)

3. Orang-orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan"
(Imam Abu Dawud (Dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib Ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang-orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf-shaf"
(Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban Dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah Ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan 'Amin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka IA akan diampuni dosanya yang masa lalu".
(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama IA Ada di dalam tempat shalat dimana IA melakukan shalat, selama IA belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah Dan sayangilah IA"
(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang-orang yang melakukan shalat shubuh Dan 'ashar secara berjama'ah.
Rasulullah SAW bersabda, "Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam Hari (yang sudah bertugas malam Hari hingga shubuh) naik (ke langit), Dan malaikat pada siang Hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat 'ashar Dan malaikat yang ditugaskan pada siang Hari (hingga shalat 'ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam Hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada
Mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?', mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat Dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada Hari kiamat'"
(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, "Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah DOA yang akan dikabulkan. Pada kepalanya Ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin Dan engkaupun mendapatkan apa yang IA
Dapatkan"
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda' Ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang-orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidak satu Hari pun dimana pagi harinya seorang hamba Ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit'"
(Imam Bukhari Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Ra., Shahih Bukhari no. 1442 Dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang-orang yang sedang makan sahur" Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa
"sunnah"
(Imam Ibnu Hibban Dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar Ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore Dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh"
(Imam Ahmad meriwayatkan dari 'Ali bin Abi Thalib Ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, "Sanadnya shahih")

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada
orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain"
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)

Senin, 20 Juni 2011

Waktu-Waktu Mustajabah

Bismillahirrahmanirrahiim..

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Keadaan dimana seorang hamba menjadi paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika dia dalam keadaan sujud, karenanya perbanyaklah doa (ketika sujud).” (HR. Muslim: 1/350)

Dari Anas bin Malik -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
الدُّعَاءُ لَا يُرَدُّ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
“Doa di antara azan dan iqamah tidak akan ditolak.” (HR. At-Tirmizi: 1/415 dan 5/577, Abu Daud: 1/144. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil: 1/261 no. 244, dan Shahih Al-Jami’: 3/150)

Dari Sahl bin Sa’ad -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
ثِنْتَانِ لَا تُرَدَّانِ أَوْ قَلَّمَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِ وَعِنْدَ الْبَأْسِ حِينَ يُلْحِمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
“Dua doa yang tidak akan ditolak atau jarang sekali ditolak: Doa ketika azan dan doa ketika terjadi peperangan tatkala mereka sudah saling menyerang.” (HR. Abu Daud: 3/21 dan Ad-Darimi: 1/217. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud: 2/483)

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Rabb kita -Tabaraka wa Ta’ala- turun setiap malam ke langit dunia ketika sudah tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya.” (HR. Al-Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758)

Dari Jabir -radhiallahu anhu- dia berkata: Aku mendengar Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya di malam hari ada satu waktu, dimana tidak ada seorang muslimpun yang meminta kebaikan kepada Allah ada waktu itu -baik kebaikan dunia maupun akhirat-, kecuali Allah akan memenuhi permintaannya, dan satu waktu itu ada pada setiap malam.” (HR. Muslim: 1/521)

Penjelasan ringkas:
Pada dasarnya, kapanpun seorang berdoa kepada Allah -dengan memenuhi semua adab dan syaratnya serta tidak ada sesuatu yang menghalanginya-, maka pasti doanya akan dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Hanya saja ada beberapa waktu yang ditunjukkan oleh nash-nash syara’ bahwa berdoa pada waktu-waktu tersebut lebih berpotensi untuk dikabulkan dibandingkan selainnya.
Di antara waktu-waktu itu -sebagaimana yang tersebut dalam dalil-dalil di atas- adalah:
1. Saat sujud, baik di dalam maupun di luar shalat, baik sujud tilawah, sujud sahwi, dan sujud apa saja yang dilakukan untuk Allah Ta’ala.
2. Di antara azan dan iqamah pada semua shalat yang disyariatkan padanya azan dan iqamah. Baik dia azan pada waktunya maupun azannya terundur dari waktu masuknya shalat.
3. Ketika pasukan kaum muslimin sudah berhadapan dengan pasukan musuh dalam jihad fii sabilillah.
4. Setiap malam pada 1/3 malam terakhir.

Beberapa waktu lain yang belum tersebut di atas:
1. Satu waktu di hari jum’at.
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- pernah menyebutkan tentang hari jum’at lalu beliau bersabda, “Padanya ada satu waktu dimana tidak ada seorang muslimpun yang sedang berdiri mengerjakan shalat pada waktu itu lalu dia meminta apapun kepada Allah Ta’ala kecuali Allah akan memenuhi permintaannya,” dan beliau berisyarat dengan tangannya untuk menunjukkan sangat sebentarnya waktu itu.” (HR. Al-Bukhari: 1/253 no. 935 dan Muslim: 2/583 no. 852)
Adapun waktu tepatnya maka dia adalah setelah ashar sampai maghrib. Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya pada hari jum’at betul-betul terdapat satu waktu dimana tidaklah seorang muslim meminta kebaikan kepada Allah pada waktu itu kecuali Dia akan memenuhi permintaannya, dan waktu itu setelah ashar.” (HR. Ahmad: 2/272 dan dia didukung oleh hadits setelahnya)
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Hari jum’at itu ada 12 waktu, di antaranya ada waktu dimana tidaklah ada seorang muslim yang meminta kebaikan kepada Allah pada waktu itu kecuali Allah akan memenuhi permintaannya, maka carilah waktu itu di waktu terakhir setelah ashar.” (HR. Abu Daud: 1/275 no. 1048 dan An-Nasai: 3/99-100, dan sanadnya hasan)
Ibnu Al-Qayyim -rahimahullahu Ta’ala- dan ulama lainnya menguatkan bahwa waktu yang dimaksudkan pada hari jum’at adalah setelah ashar. (Lihat Zaad Al-Ma’ad: 2/388-397)

2. Ketika meminum air zam-zam jika disertai dengan niat yang baik.
Dari Jabir -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Air zam-zam itu untuk apa dia diminum.” (HR. Ibnu Majah: 2/1018 dan Ahmad: 3/357,372. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Irwa` Al-Ghalil: 4/320 no. 1123, dalam Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 83, dan selainnya)

3. Setelah membaca shalawat untuk Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pada tasyahud terakhir.
Dari Abdullah bin Mas’ud -radhiallahu anhu- dia berkata, “Aku sedang shalat sementara Nabi -shallallahu alaihi wasallam- sedang bersama Abu Bakar dan Umar. Tatkala aku sedang duduk (di dalam shalat), aku mulai memuji Allah kemudian bershalawatt kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian aku berdoa untuk diriku. Maka Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Mintalah maka permintaanmu akan dipenuhi, mintalah maka permintaanmu akan dipenuhi.” (HR. At-Tirmizi: 2/488, An-Nasai, dan Ahmad: 1/26,38. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi no. 2765 dan dalam Shahih An-Nasai no. 1217)
Dari Fudhalah -radhiallahu anhu- bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- mendengar seorang lelaki shalat lalu dia mengangungkan Allah dan memuji-Nya serta bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-. Maka Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Berdoalah kamu maka doamu akan dikabulkan, dan mintalah kamu maka permintaanmu akan dipenuhi.” (HR. An-Nasai: 33/44,45 dan At-Tirmizi: 5/516. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih An-Nasai: 1/275)

4. Ketika berdoa pada hari Arafah di padang Arafah bagi jamaah haji.
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Doa terbaik adalah yang diucapkan pada hari Arafah, dan ucapan terbaik yang saya dan para nabi sebelumku pernah ucapkan adalah, “Tidak ada sembahan yang hak selain Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, hanya milik-Nya semua kekuasaan, hanya milik-Nya semua pujian, dan Dia Maha Mampu atas segala sesuatu.” (HR. At-Tirmizi dan Malik dalam Al-Muwaththa`: 1/422. Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/184)

5. Ketika ayam berkokok.
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Jika kalian mendengar ayam berkokok maka mintalah keutamaan dari Allah karena sesungguhnya dia (ayam itu) melihat malaikat, dan jika kalian mendengar suara keledai maka berlindunglah kepada Allah dari setan karena sesungguhnya dia melihat setan.” (HR. Al-Bukhari: 4/89. Diriwayatkan juga oleh Muslim: 4/2092 dari hadits Abu Hurairah )

Pelajaran tambahan dari hadits-hadits di atas:

1. Disunnahkannya memperbanyak sujud, dan memperbanyak doa di dalamnya.

2. Penetapan sifat an-nuzul (turun ke langit dunia) bagi Allah Ta’ala, dengan sifat an-nuzul yang sesuai dengan keagungan-Nya, tidak serupa dengan sifat ‘turun’ makhluk dan tidak boleh membagaimanakannya.
Dan sifat turun di sini tidak bertentangan dengan sifat istiwa` (tinggi) di atas arsy, karena pendapat yang paling kuat di kalangan ulama -dan ini yang dikuatkan oleh Ibnu Taimiah- bahwa ketika Allah turun ke langit dunia maka arsy-Nya tidaklah kosong.
Jadi, sifat an-nuzul di sini adalah haqiqi, yakin Allah Ta’ala turun dengan Zat-Nya. Berbeda halnya dengan mazhab Al-Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan semacamnya yang menyatakan bahwa yang turun bukanlah Allah, akan tetapi yang turun adalah perintah atau rahmat-Nya. Ini jelas merupakan mazhab yang batil karena tahrif (memalingkan makna) kalam Allah dari maknanya yang haqiqi kepada makna yang tidak ditunjukkan oleh lafazh hadits.

Kami katakan: Bantahan kepada tahrif ini dari dua sisi:

1. Lanjutan haditsnya, “Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku akan mengabulkannya, siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku akan memberinya, dan siapa yang meminta ampun kepada-Ku maka Aku akan mengampuninya.” Dan yang bisa mengucapkan ucapan seperti ini hanyalah Allah Ta’ala.

2. Kalau memang yang turun adalah rahmat/perintah Allah, lantas apa manfaatnya buat manusia kalau rahmat dan perintah Allah hanya turun sampai di langit pertama, dan tidak turun ke bumi?!

sumber : http://al-atsariyyah.com/?p=1734

Minggu, 19 Juni 2011

Sekelompok Ilmuwan Berhasil Menemukan Letak Terompet Malaikat Isrofil

Sekelompok Ilmuwan Berhasil Menemukan Letak Terompet Malaikat Isrofil


Sekitar enam tahun silam sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Prof. Frank Steiner dari Universitas Ulm, Jerman melakukan observasi terhadap alam
 semesta untuk menemukan bentuk sebenarnya dari alam semesta raya ini sebab prediksi yang umum selama ini mengatakan bahwa alam semesta berbentuk bulat bundar atau prediksi lain menyebutkan bentuknya datar saja.

Menggunakan sebuah peralatan canggih milik NASA yang bernama “Wilkinson Microwave Anisotropy Prob” (WMAP), mereka mendapatkan sebuah kesimpulan yang sangat mencengangkan karena menurut hasil penelitian tersebut alam semesta ini ternyata berbentuk seperti terompet.

Di mana pada bagian ujung belakang terompet (baca alam semesta) merupakan alam semesta yang tidak bisa diamati (unobservable), sedang bagian depan, di mana bumi dan seluruh sistem tata surya berada merupakan alam semesta yang masih mungkin untuk diamati (observable) (lihat gambar bentuk alam semesta dibawah).
Bentuk Alam Semesta
Di dalam kitab Tanbihul Ghofilin Jilid 1 hal. 60 ada sebuah hadits panjang yang menceritakan tentang kejadian kiamat yang pada bagian awalnya sangat menarik untuk dicermati.

Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda :“Ketika Allah telah selesai menjadikan langit dan bumi, Allah menjadikan sangkakala (terompet) dan diserahkan kepada malaikat Isrofil, kemudian ia letakkan dimulutnya sambil melihat ke Arsy menantikan bilakah ia diperintah". Saya bertanya : “Ya Rasulullah apakah sangkakala itu?” Jawab Rasulullah : “Bagaikan tanduk dari cahaya.” Saya tanya : “Bagaimana besarnya?” Jawab Rasulullah : “Sangat besar bulatannya, demi Allah yang mengutusku sebagai Nabi, besar bulatannya itu seluas langit dan bumi, dan akan ditiup hingga tiga kali. Pertama : Nafkhatul faza’ (untuk menakutkan). Kedua : Nafkhatus sa’aq (untuk mematikan). Ketiga: Nafkhatul ba’ats (untuk menghidupkan kembali atau membangkitkan).

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa sangkakala atau terompet malaikat Isrofil itu bentuknya seperti tanduk dan terbuat dari cahaya. Ukuran bulatannya seluas langit dan bumi. Bentuk laksana tanduk mengingatkan kita pada terompet orang – orang jaman dahulu yang terbuat dari tanduk.

Kalimat seluas langit dan bumi dapat dipahami sebagai ukuran yang meliputi/mencakup seluruh wilayah langit (sebagai lambang alam tak nyata/ghoib) dan bumi (sebagai lambang alam nyata/syahadah). Atau dengan kata lain, bulatan terompet malaikat Isrofil itu melingkar membentang dari alam nyata hingga alam ghoib.

Jika keshohihan hadits di atas bisa dibuktikan dan data yang diperoleh lewat WMAP akurat dan bisa dipertanggungjawabkan maka bisa dipastikan bahwa kita ini bak rama – rama yang hidup di tengah – tengah kaldera gunung berapi paling aktif yang siap meletus kapan saja.

Dan Allah telah mengabarkan kedahsyatan terompet malaikat Isrofil itu dalam surah An Naml ayat 87 : “Dan pada hari ketika terompet di tiup, maka terkejutlah semua yang di langit dan semua yang di bumi kecuali mereka yang di kehendaki Allah. Dan mereka semua datang menghadapNya dengan merendahkan diri.

Makhluk langit saja bisa terkejut apalagi makhluk bumi yang notabene jauh lebih lemah dan lebih kecil. Pada sambungan hadits di atas ada sedikit preview tentang seperti apa keterkejutan dan ketakutan makhluk bumi kelak.

“Pada saat tergoncangnya bumi, manusia bagaikan orang mabuk sehingga ibu yang mengandung gugur kandungannya, yang menyusui lupa pada bayinya, anak – anak jadi beruban dan setan – setan berlarian.”

Ada sebuah pertanyaan yang menggelitik, jika terompetnya saja sebesar itu, bagaimana dengan peniupnya dan bagaimana pula Sang Pencipta keduanya? Maha Besar Engkau Ya Allah, Allahu Akbar!

22 Tanda Iman Anda Sedang Lemah


Oleh: Mochamad Bugi

Kirim Print
dakwatuna.com - Ada beberapa tanda-tanda yang menunjukkan iman sedang lemah. Setidaknya ada 22 tanda yang dijabarkan dalam artikel ini. Tanda-tanda tersebut adalah:

1. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Hati-hatilah! Sebab, perbuatan dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda. Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara terang-terangan.

Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, “Setiap umatku mendapatkan perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan, sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseirang melakukan suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, ‘Hai fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begini,’ padahal sebelum itu Rabb-nya telah menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi Allah dari dirinya.” (Bukhari, 10/486)

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor 86)

2. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini, “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (Al-Baqarah:74)

3. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat. Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.” (Tirmidzi, hadits nomor 3479)

4. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan, meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi shalat Jum’at dan lebih suka barisan shalat yang paling belakang. Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor 679)

Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas.”

Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib, tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.

5. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah, merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw. berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-Shahihah, nomor 554)

6. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang sama melalaikan isinya.

Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (Al-Anfal:2)

7. Ketika Anda melalaikan Allah dalam hal berdzikir dan berdoa kepada-Nya. Sehingga Anda merasa berdzikir adalah pekerjaan yang paling berat. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, secepat itu pula Anda menangkupkan tangan dan menyudahinya. Hati-hatilah! Jika hal ini telah menjadi karakter Anda. Sebab, Allah telah mensifati orang-orang munafik dengan firman-Nya, “Dan, mereka tidak menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.” (An-Nisa:142)

8. Ketika Anda tidak merasa marah ketika menyaksikan dengan mata kepala sendiri pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Ghirah Anda padam. Anggota tubuh Anda tidak tergerak untuk melakukan nahyi munkar. Bahkan, raut muka Anda pun tidak berubah sama sekali.

Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Apabila dosa dikerjakan di bumi, maka orang yang menyaksikannya dan dia membencinya –dan kadang beliau mengucapkan: mengingkarinya–, maka dia seperti orang yang tidak menyaksikannya. Dan, siapa yang tidak menyaksikannya dan dia ridha terhadap dosa itu dan dia pun ridha kepadanya, maka dia seperti orang yang menyaksikannya.” (Abu Daud, hadits nomor 4345).

Ingatlah, pesan Rasulullah saw. ini, “Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Kalau tidak sanggup, maka dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemahnya iman.” (Bukhari, hadits nomor 903 dan Muslim, hadits nomor 70)

9. Ketika Anda gila hormat dan suka publikasi. Gila kedudukan, ngebet tampil sebagai pemimpin tanpa dibarengi kemampuan dan tanggung jawab. Suka menyuruh orang lain berdiri ketika dia datang, hanya untuk mengenyangkan jiwa yang sakit karena begitu gandrung diagung-agungkan orang. Narsis banget!

Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Luqman:18)

Nabi saw. pernah mendengar ada seseorang yang berlebihan dalam memuji orang lain. Beliau pun lalu bersabda kepada si pemuji, “Sungguh engkau telah membinasakan dia atau memenggal punggungnya.” (Bukhari, hadits nomor 2469, dan Muslim hadits nomor 5321)

Hati-hatilah. Ingat pesan Rasulullah ini, “Sesungguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemimpinan, dan hal itu akan menjadikan penyesalan pada hari kiamat. Maka alangkah baiknya yang pertama dan alangkah buruknya yang terakhir.” (Bukhari, nomor 6729)

“Jika kamu sekalian menghendaki, akan kukabarkan kepadamu tentang kepemimpinan dan apa kepemimpinan itu. Pada awalnya ia adalah cela, keduanya ia adalah penyesalan, dan ketiganya ia adalah azab hati kiamat, kecuali orang yang adil.” (Shahihul Jami, 1420).

Untuk orang yang tidak tahu malu seperti ini, perlu diingatkan sabda Rasulullah saw. yang berbunyi, “Iman mempunyai tujuh puluh lebih, atau enam puluh lebih cabang. Yang paling utama adalah ucapan ‘Laa ilaaha illallah’, dan yang paling rendah adalah menghilangkan sesuatu yang mengganggu dari jalanan. Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan.” (Bukhari, hadits nomor 8, dan Muslim, hadits nomor 50)

“Maukah kalian kuberitahu siapa penghuni neraka?” tanya Rasulullah saw. Para sahabat menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. bersabda, “Yaitu setiap orang yang kasar, angkuh, dan sombong.” (Bukhari, hadits 4537, dan Muslim, hadits nomor 5092)

10. Ketika Anda bakhil dan kikir. Ingatlah perkataan Rasulullah saw. ini, “Sifat kikir dan iman tidak akan bersatu dalam hati seorang hamba selama-lamanya.” (Shahihul Jami’, 2678)

11. Ketika Anda mengatakan sesuatu yang tidak Anda perbuat. Ingat, Allah swt. benci dengan perbuatan seperti itu. “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tiada kamu perbuat.” (Ash-Shaff:2-3)

Apakah Anda lupa dengan definisi iman? Iman itu adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan perbuatan. Jadi, harus konsisten.

12. Ketika Anda merasa gembira dan senang jika ada saudara sesama muslim mengalami kesusahan. Anda merasa sedih jika ada orang yang lebih unggul dari Anda dalam beberapa hal.

Ingatlah! Kata Rasulullah saw, “Tidak ada iri yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harga, ia menghabiskannya dalam kebaikan; dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain.” (Bukhari, hadits nomor 71 dan Muslim, hadits nomor 1352)

Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw., “Orang Islam yang manakah yang paling baik?” Rasulullah saw. menjawab, “Orang yang muslimin lain selamat dari lisan dan tangannya.” (Bukhari, hadits nomor 9 dan Muslim, hadits nomor 57)

13. Ketika Anda menilai sesuatu dari dosa apa tidak, dan tidak mau melihat dari sisi makruh apa tidak. Akibatnya, Anda akan enteng melakukan hal-hal yang syubhat dan dimakruhkan agama. Hati-hatilah! Sebab, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Barangsiapa yang berada dalam syubhat, berarti dia berada dalam yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanaman yang dilindungi yang dapat begitu mudah untuk merumput di dalamnya.” (Muslim, hadits nomor 1599)

Iman Anda pasti dalam keadaan lemah, jika Anda mengatakan, “Gak apa. Ini kan cuma dosa kecil. Gak seperti dia yang melakukan dosa besar. Istighfar tiga kali juga hapus tuh dosa!” Jika sudah seperti ini, suatu ketika Anda pasti tidak akan ragu untuk benar-benar melakukan kemungkaran yang besar. Sebab, rem imannya sudah tidak pakem lagi.

14. Ketika Anda mencela hal yang makruf dan punya perhatian dengan kebaikan-kebaikan kecil. Ini pesan Rasulullah saw., “Jangan sekali-kali kamu mencela yang makruf sedikitpun, meski engkau menuangkan air di embermu ke dalam bejana seseorang yang hendak menimba air, dan meski engkau berbicara dengan saudarmu sedangkan wajahmu tampak berseri-seri kepadanya.” (Silsilah Shahihah, nomor 1352)

Ingatlah, surga bisa Anda dapat dengan amal yang kelihatan sepele! Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menyingkirkan gangguan dari jalan orang-orang muslim, maka ditetapkan satu kebaikan baginya, dan barangsiapa yang diterima satu kebaikan baginya, maka ia akan masuk surga.” (Bukhari, hadits nomor 593)

15. Ketika Anda tidak mau memperhatikan urusan kaum muslimin dan tidak mau melibatkan diri dalam urusan-urusan mereka. Bahkan, untuk berdoa bagi keselamatan mereka pun tidak mau. Padahal seharusnya seorang mukmin seperti hadits Rasulullah ini, “Sesungguhnya orang mukmin dari sebagian orang-orang yang memiliki iman adalah laksana kedudukan kepala dari bagian badan. Orang mukmin itu akan menderita karena keadaan orang-orang yang mempunyai iman sebagaimana jasad yang ikut menderita karena keadaan di kepala.” (Silsilah Shahihah, nomor 1137)

16. Ketika Anda memutuskan tali persaudaraan dengan saudara Anda. “Tidak selayaknya dua orang yang saling kasih mengasihi karean Allah Azza wa Jalla atau karena Islam, lalu keduanya dipisahkan oleh permulaan dosa yang dilakukan salah seorang di antara keduanya,” begitu sabda Rasulullah saw. (Bukhari, hadits nomor 401)

17. Ketika Anda tidak tergugah rasa tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan Islam. Tidak mau menyebarkan dan menolong agama Allah ini. Merasa cukup bahwa urusan dakwah itu adalah kewajiban para ulama. Padahal, Allah swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penolong-penolong (agama) Allah.” (Ash-Shaff:14)

18. Ketika Anda merasa resah dan takut tertimpa musibah; atau mendapat problem yang berat. Lalu Anda tidak bisa bersikap sabar dan berhati tegar. Anda kalut. Tubuh Anda gemetar. Wajah pucat. Ada rasa ingin lari dari kenyataan. Ketahuilah, iman Anda sedang diuji Allah. “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman, sedang mereka belum diuji.” (Al-Ankabut:2)

Seharusnya seorang mukmin itu pribadi yang ajaib. Jiwanya stabil. “Alangkah menakjubkannya kondisi orang yang beriman. Karena seluruh perkaranya adalah baik. Dan hal itu hanya terjadi bagi orang yang beriman, yaitu jika ia mendapatkan kesenangan maka ia bersyukur dan itu menjadi kebaikan baginya; dan jika ia tertimpa kesulitan dia pun bersabar, maka hal itu menjadi kebaikan baginya.” (Muslim)

19. Ketika Anda senang berbantah-bantahan dan berdebat. Padahal, perbuatan itu bisa membuat hati Anda keras dan kaku. “Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk yang mereka berada pada petunjuk itu, kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan.” (Shahihul Jami’, nomor 5633)

20. Ketika Anda bergantung pada keduniaan, menyibukkan diri dengan urusan dunia, dan merasa tenang dengan dunia. Orientasi Anda tidak lagi kepada kampung akhirat, tapi pada tahta, harta, dan wanita. Ingatlah, “Dunia itu penjara bagi orang yang beriman, dan dunia adalah surga bagi orang kafir.” (Muslim)

21. Ketika Anda senang mengucapkan dan menggunakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tidak mencirikan keimanan ada dalam hatinya. Sehingga, tidak ada kutipan nash atau ucapan bermakna semisal itu dalam ucapan Anda.

Bukankah Allah swt. telah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia’.” (Al-Israa’:53)

Seperti inilah seharusnya sikap seorang yang beriman. “Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: ‘Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil.’” (Al-Qashash:55)

Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam.” (Bukhari dan Muslim)

22. Ketika Anda berlebih-lebihan dalam masalah makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal, dan berkendaraan. Gandrung pada kemewahan yang tidak perlu. Sementara, begitu banyak orang di sekeliling Anda sangat membutuhkan sedikit harta untuk menyambung hidup.

Ingat, Allah swt. telah mengingatkan hal ini, ”Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-A’raf:31). Bahkan, Allah swt. menyebut orang-orang yang berlebihan sebagai saudaranya setan. Karena itu Allah memerintahkan kita untuk, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang terdekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.” (Al-Isra’:26)

Rasulullah saw. bersabda, “Jauhilah hidup mewah, karena hamba-hamba Allah itu bukanlah orang-orang yang hidup mewah.” (Al-Silsilah Al-Shahihah, nomor 353).

Sedekah yang Utama

Shadaqah adalah baik seluruhnya, namun antara satu dengan yang lain berbeda keutamaan dan nilainya, tergantung kondisi orang yang bersedekah dan kepentingan proyek atau sasaran shadaqah tersebut. Di antara shadaqah yang utama menurut Islam adalah sebagai berikut:

1. Shadaqah Sirriyah

Yaitu shadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Shadaqah ini sangat utama karena lebih medekati ikhlas dan selamat dari sifat pamer. Allah subhanahu wata’ala telah berfirman,
“Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 2:271)

Yang perlu kita perhatikan di dalam ayat di atas adalah, bahwa yang utama untuk disembunyikan terbatas pada shadaqah kepada fakir miskin secara khusus. Hal ini dikarenakan ada banyak jenis shadaqah yang mau tidak mau harus tampak, seperti membangun sekolah, jembatan, membuat sumur, membekali pasukan jihad dan lain sebagainya.

Di antara hikmah menyembunyikan shadaqah kepada fakir miskin adalah untuk menutup aib saudara yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak diketahui kekurangan dirinya. Tidak diketahui bahwa tangannya berada di bawah, bahwa dia orang papa yang tak punya sesuatu apa pun.Ini merupakan nilai tambah tersendiri dalam ihsan terhadap orang fakir.

Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alihi wasallam memuji shadaqah sirriyah ini, memuji pelakunya dan memberitahukan bahwa dia termasuk dalam tujuh golongan yang dinaungi Allah nanti pada hari Kiamat. (Thariqul Hijratain)

2. Shadaqah Dalam Kondisi Sehat

Bersedekah dalam kondisi sehat dan kuat lebih utama daripada berwasiat ketika sudah menjelang ajal, atau ketika sudah sakit parah dan tipis harapan kesembuhannya. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Shadaqah yang paling utama adalah engkau bershadaqah ketika dalam keadaan sehat dan bugar, ketika engkau menginginkan kekayaan melimpah dan takut fakir. Maka jangan kau tunda sehingga ketika ruh sampai tenggorokan baru kau katakan, "Untuk fulan sekian, untuk fulan sekian." (HR.al-Bukhari dan Muslim)

3. Shadaqah Setelah Kebutuhan Wajib Terpenuhi

Allah subhanahu wata’ala telah berfirman,
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.” (QS. 2:219)

Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Tidak ada shadaqah kecuali setelah kebutuhan (wajib) terpenuhi." Dan dalam riwayat yang lain, "Sebaik-baik shadaqah adalah jika kebutuhan yang wajib terpenuhi." (Kedua riwayat ada dalam al-Bukhari)

4. Shadaqah dengan Kemampuan Maksimal

Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alihi wasallam,
"Shadaqah yang paling utama adalah (infak) maksimal orang yang tak punya. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu." (HR. Abu Dawud)

Beliau juga bersabda,
"Satu dirham telah mengalahkan seratus ribu dirham." Para sahabat bertanya," Bagaimana itu (wahai Rasululullah)? Beliau menjawab, "Ada seseorang yang hanya mempunyai dua dirham lalu dia bersedakah dengan salah satu dari dua dirham itu. Dan ada seseorang yang mendatangi hartanya yang sangat melimpah ruah, lalu mengambil seratus ribu dirham dan bersedekah dengannya." (HR. an-Nasai, Shahihul Jami')

Al-Imam al-Baghawi rahimahullah berkata, "Hendaknya seseorang memilih untuk bersedekah dengan kelebihan hartanya, dan menyisakan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir. Sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan infak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala. Shadaqah dan kecukupan hendaknya selalu eksis dalam diri manusia. Rasululllah shallallahu ‘alihi wasallam tidak mengingkari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhuyang keluar dengan seluruh hartanya, karena Nabi tahu persis kuatnya keyakinan Abu Bakar dan kebenaran tawakkalnya, sehingga beliau tidak khawatir fitnah itu menimpanya sebagaimana Nabi khawatir terhadap selain Abu Bakar. Bersedekah dalam kondisi keluarga sangat butuh dan kekurangan, atau dalam keadaan menanggung banyak hutang bukanlah sesuatu yang dikehendaki dari sedekah itu. Karena membayar hutang dan memberi nafkah keluarga atau diri sendiri yang memang butuh adalah lebih utama. Kecuali jika memang dirinya sanggup untuk bersabar dan membiarkan dirinya mengalah meski sebenarnya membutuhkan sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan juga itsar (mendahulukan orang lain) yang dilakukan kaum Anshar terhadap kaum Muhajirin.” (Syarhus Sunnah)

5. Menafkahi Anak Istri

Berkenaan dengan ini Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Seseorang apabila menafkahi keluarganya dengan mengharapkan pahalanya maka dia mendapatkan pahala sedekah." ( HR. al-Bukhari dan Muslim)

Beliau juga bersabda,
"Ada empat dinar; Satu dinar engkau berikan kepada orang miskin, satu dinar engkau berikan untuk memerdekakan budak, satu dinar engkau infakkan fi sabilillah, satu dinar engkau belanjakan untuk keluargamu. Dinar yang paling utama adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu." (HR. Muslim).


6. Bersedekah Kepada Kerabat

Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu memiliki kebun kurma yang sangat indah dan sangat dia cintai, namanya Bairuha'. Ketika turun ayat,
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai." (QS. 3:92)

Maka Abu Thalhah mendatangi Rasulullah dan mengatakan bahwa Bairuha' diserahkan kepada beliau, untuk dimanfaatkan sesuai kehendak beliau. Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam menyarankan agar ia dibagikan kepada kerabatnya. Maka Abu Thalhah melakukan apa yang disarankan Nabi tersebut dan membaginya untuk kerabat dan keponakannya.(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Nabi shallallahu ‘alihi wasallam juga bersabda,
"Bersedakah kepada orang miskin adalah sedekah (saja), sedangkan jika kepada kerabat maka ada dua (kebaikan), sedekah dan silaturrahim." (HR. Ahmad, an-Nasa'i, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Secara lebih khusus, setelah menafkahi keluarga yang menjadi tanggungan, adalah memberikan nafkah kepada dua kelompok, yaitu:
  • Anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,
    ”(Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, (kepada) anak yatim yang masih ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir.” (QS. 90:13-16)
  • Kerabat yang memendam permusuhan, sebagaimana sabda Nabi,
    "Shadaqah yang paling utama adalah kepada kerabat yang memendam permusuhan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzai, Shahihul jami')
7. Bersedekah Kepada Tetangga

Allah subhanahu wata’ala berfirman di dalam surat an-Nisa' ayat 36, di antaranya berisikan perintah agar berbuat baik kepada tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh. Dan Nabi juga telah bersabda memberikan wasiat kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu,
"Jika engkau memasak sop maka perbanyaklah kuahnya, lalu bagilah sebagiannya kepada tetanggamu." (HR. Muslim)

8. Bersedekah Kepada Teman di Jalan Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Dinar yang paling utama adalah dinar yang dinafkahkan seseorang untuk keluarganya, dinar yang dinafkahkan seseorang untuk kendaraannya (yang digunakan) di jalan Allah dan dinar yang diinfakkan seseorang kepada temannya fi sabilillah Azza wa Jalla." (HR. Muslim)

9. Berinfak Untuk Perjuangan (Jihad) di Jalam Allah

Amat banyak firman Allah subhanahu wata’ala yang menjelaskan masalah ini, di antaranya,
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa pada jalan Allah.” (QS. 9:41)

Dan juga firman Allah subhanahu wata’ala,
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. 49:15)

Di dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Barang siapa mempersiapkan (membekali dan mempersenjatai) seorang yang berperang maka dia telah ikut berperang." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Namun perlu diketahui bahwa bersedekah untuk kepentingan jihad yang utama adalah dalam waktu yang memang dibutuhkan dan mendesak, sebagaimana yang terjadi pada sebagian negri kaum Muslimin. Ada pun dalam kondisi mencukupi dan kaum Muslimin dalam kemenangan maka itu juga baik akan tetapi tidak seutama dibanding kondisi yang pertama.

10. Shadaqah Jariyah

Yaitu shadaqah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia. Nabi shallallahu ‘alihi wasallam bersabda,
"Jika manusia meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga hal; Shadaqah jariyah, ilmu yang diambil manfaat dan anak shalih yang mendoakannya." (HR. Muslim).

Di antara yang termasuk proyek shadaqah jariyah adalah pembangunan masjid, madrasah, pengadaan sarana air bersih dan proyek-proyek lain yang dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh masyarakat.

Sumber: Buletin “Ash-Shadaqah fadhailuha wa anwa’uha”, Ali bin Muhammad al-Dihami.

Selasa, 14 Juni 2011

Kesaksian Allah Swt. atas keutamaan para Sahabat Nabi Ra

Sahabat di ciptakan Allah Taala, dan Allah menjadikan para sahabat sebagai manusia pilihan (Mukhtar kuluhum). Walaupun adakalanya diantara sahabat terjadi perselisihan, setelah Rasulullah Saw. tidak ada. Untuk menunjukan para sahabat itu pilihan Allah Taala, dan mereka mempunyai kedudukan yang istimewa disisi Allah; orang-orang yang pernah bermuwajahah, bertatap muka dengan Rasulullah Saw., diberi keistimewaan. Apa diantaranya? Untuk menjawabnya saya akan mengambil analogi dari peristiwa Isra mi’raj. Keterangan ini mungkin agak musykil, sukar, mungkin karena anda jarang mendengar.
Analogi keistimewaan sahabat dalam peristiwa Mi’raj

Nabiyullah Musa as., diantara Nabi-nabi yang mendapatkan nurnya Rasulullah Saw. Kemungkinan, sedikit banyak, Nabi Musa As. mendapat ‘Nur 'min amalil ubudiah', pancaran cahaya karena kesalehan, bukan 'nur' pertama kali nabi di ciptakan oleh Allah Swt. Dasarnya apa? Ketika Rasulullah menghadap Allah Swt., pada waktu Mi’raj.

Pada waktu Mi’raj, Rasulullah  Saw bertemu kepada Allah, dan langsung diberi tugas sholat lima puluh waktu. Yang minta, mengusulkan dikurangi, karena alasan  umatmu tidak kuat, lima kali-lima kali, siapa? Nabiyullah Musa. Permasalahannya disini, ketika Nabiyullah Musa bertemu dengan Rasulullah Saw., setelah menerima tugas lima puluh waktu, Rasulullah Saw. baru kembali dari bertemu dengan Allah.

Pada kesempatan itu Rasulullah Saw. membawa Nur atsar nadzor ila wajhil karim, cahaya bekas melihat Allah secara langsung. Begitu ketemu dengan Nabiyullah Musa As., yang terpantul dari cahaya, barokah nadzor ila wajhil karim yang pertama kali mendapat siapa? Nabiyullah Musa.  Begitu Nabiyullah Musa As mengusulkan lagi; umatmu tidak kuat, balik lagi, menghadap kepada Allah Taala. Begitu ketemu, Rasulullah Saw. membawa tambah nurnya. Yang pertama mendapat berkah lagi dari pertemuan  Rasulullah Saw. dengan Allah Taala siapa? Nabi Musa As. Itu hebatnya.

Walaupun Nabiyullah Musa As. di gunung Turisina ingin melihat Allah tidak bisa, karena ketika munajat saja melihat wibawanya Allah ‘kâna shaiqan’, pingsan. Tapi mendapat ganti karena melihat Rasulullah Saw. pada waktu Mi’raj. Mendapat nur min Rasulullah, atsaran kamilah, mendapat cahaya Rasulullah Saw. secara sempurna, itu hebatnya.

Setelah Nabi Saw. turun dari langit bertemu dengan para Sahabat, setelah Nabiyullah Musa, yang kedua yang mendapat barakah 'nur nadzor ila wajhil karim' siapa? Sahabat. Ini hebatnya. Keterangan ini mungkin baru anda dengar.

Dengan dasar ini, para sahabat mendapat dua nur, nur atsar minadzor ila wajhil karim,  yang kedua mendapatkan cahaya Rasulullah Saw. Saban hari, mereka duduk, ruku, sujud dan sebagainya, bersama-sama dengan Rasulullah. Walaupun antara sahabat ada kontroversi, seperti Muawiyah contohnya.

Secara pandangan Ahlu Sunah wal Jamah, apapun ijtihad Muawiyah adalah salah, tapi Ahlu Sunah tetap dalam pendirian; tidak ada hak untuk mengakfirkan kepada Muawiyah. Atau mengecap sebagai kafir. Tetap memuliakan kedudukan Muawiyah sebagai sahabat.

Wajar, karena sahabat adalah bukan maksum sebagaimana para nabi. Para sahabat hanya mendapatkan mahfudz minallah, penjagaan dari Allah Taala. Dan mahfudz dari Allah Taala itu bertingkat, tidak sekaligus semua mendapatkan mahfudz. Bertingkat, sebagaimana ubudiahnya para sahabat-sahabat itu sendiri.

Walaupun demikian, untuk menutupi kekurangan sahabat yang pada waktu itu terkadang melakukan kekhilapan. Keturunananya itu diangakat menjadi wali Quthbil Gaust, itu banyak. Diantaranya siapa? Umar bin Abdul Aziz masih ada darah dari Muawiyah.

Cucunya sendiri menjabat Quthbil Gaust; Muawiyah bin Yazid bin Muawiyah. Beliau seorang Quthbil Gaust di jamannya. Luar biasa kan! Ini membuktikan  kemuliaan Maqomah (kedudukan) sahabat. Makanya jangan sembarangan, dewe melu-melu nyacat sahabat,  kita jangan sembarangan kita ikut-ikutan mencela sahabat.

Sahabat itu, tadi, disamping Mukhtar minallah, pilihan dan diangkat oleh Allah. Dalam pengangkatan sahabat juga disaksikan baginda Nabi. Yaitu dengan pengikraran keimanan mereka yang disaksikan oleh Nabi Saw.  Kesaksian Rasulullah Saw. ini di kuatkan oleh Allah, dalam surat Fatah ayat 29: “Muhammad Rasulullah walladzina maahu assyida’u ala al Kuffar, ruhama’u bainahum, tarâhum rukkaan, sujjadan, yabtaghuna fadzla minallah waridhwana, simahum fi wujuhihim min atsari sujud”, Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. ‘Yatal’la’ nuruhum min atsari sujud’, mukanya semakin bercahaya karena sujudnya kepada Allah. Bukan karena jidat nempel terus pada tempat sujud. Allah taala memberikan atsar, atsari sujud yatala’la minnuri sujud, dari tawadhu-nya, dari tauhidnya, dari keyakinnanya, dari makrifatnya, dari sujudnya, bukan min atasril karpet, bukan bekas  karpet.

Dari orang-orang yang demikian, sahabat dibagi beberapa macam, ada yang tingkatan aulia, ada yang hanya tingkatan ulama. Jadi setiap sahabat pada jaman sahabat pasti ulama, setiap ulama pasti sahabat. Tapi setelah sahabat, at Tabiin, tidak pasti ulama. Walaupun dalam tingkatnya masing-m

Ulama Sodoqun dan Ulama Solihun

Ada dua kelompok ulama. Ada as sodiqun mislu rusul ada as solihun. Maksud mitslu Rusul itu dalam pengertian as Sodikun adalah ulama yang oleh Allah dikuatkan dengan karamat yang dzahir sebagaimana para Rasul yang dikuatkan oleh Allah dengan mu’jizat.  Seperti ada orang yang mau beriman  berkata; tandanya anda rusul apa, saya mau buktinya, saya minta mu’jizatnya. Nah rasul di sini wajib menunjukkan mu’jizatnya.

Demikian pula auliya’-auliya’ itu. Seperti Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Beliau ditanya apa buktinya kalau Nabi  Muhammad bisa menghidupkan orang mati. Syekh Abdul Qodir al Jaelani menjawab,  ‘Terlalu tinggi kalau Nabi saya. Bagaimana dengan Nabimu?’ Orang yang bertanya berkata, “Nabiku bisa menghidupkan orang yang telah mati.” “Caranya bagaimana?,”  lanjut Syekh Abdul Qadir. “Nabiku mengatakan, ‘Qum bi idzinillah,’ hiduplah dengan seijin Allah,” jawab orang itu. “Oke carikan saya orang mati,” pinta Syekh Abdul Qadir.

Syekh Abdul Qodir al Jaelani langsung meng¬hidupkan orang mati itu dengan berkata; ‘Qum Bi Idzni,’ hidup¬lah dengan seijinku. Jangankan Nabi-ku, aku saja bisa. Nabi  terlalu tinggi, kata Syekh Abdul Qodir al Jaelani. ‘Qum bi idzni”, bukan bi idznillah lagi karena  apa, untuk melemahkan orang yang meremeh¬kan Nabi, atau yang tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW. Syekh Abdul Qadir Al Jailani tidak memakai  kata-kata ‘Bi Idznillah’, tapi ‘Qum Bi Idzni’ hakikatnya Syekh Abdul Qodir al Jaelani tetap memohon kepada Allah SWT. Seperti juga karomah Habib Umar bin Thoha Indaramayu waktu bertandang ke Sultan Alaudin, Palembang. Dan seperti Al Habib Alwi bin Hasyim bisa menghidupkan orang mati, tentu saja atas seijin dan kuasa Allah SWT.

Para ulama dan para auliya’ menolong kepercayaan kita atas kebenaran yang dibawa Al Quran; seperti bagaimana ashabul kafi. Ashabul kahfi  bukan rasul,  mereka adalah wali. mereka tidur sampai 360 tahun. Bayangkan saja. Terus karamat Juraij, karamat Luqmanul Hakim dan banyak lagi yang  dicaritakan al Al Quran. Seperti juga Nabi Allah Sulaiman. Dikisahkan dalam al Qur’an beliau bisa berbicara dengan burung.

Wali Allah di Indonesia pun ada yang bisa berbicara bahasa hewan, seperti Mbah Adam dari Krapyak, Pekalongan. Auliya-auliya kita itu dulu begitu. Banyak lagi cerita auliya-auliya ulama-ulama di Indonesia. Ulama Jawa yang karamatnya luar biasa, seperti Mbah Sholeh Semarang, Mbah Kholil Bangkalan, banyak kalau kita ceritakan. Akhirnya dengan adanya yang demikian, kita percanya mantap dengan apa yang disebutkan oleh Al Quran;

أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS: Yunus:62) Dari perilaku, sikap, dan karamat-karamat mereka kita tahu juga bagaimana gambaran dari;


إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS: Fathir: 28). Kita sudah tidak heran lagi kanapa yang disebut dalam ayat itu adalah ulama. Nah itulah hebatnya auliya-auliya terdahulu, luar biasa, mem¬punyai karamat yang top-top. Banyak lagi kalau diceritakan. Dan kita akan menemukan auliya-auliya yang ada di Indonesia ini luar biasa-luar biasa karamat¬nya. Nah tujuan dari semua ini adalah menolong kita, yang awalnya kepercayaan terhadap  sahabat sangat tipis, suudzon, berburuk sangka dan sebagainya, ditolong oleh para ulama dan para wali-wali Allah SWT.

Kembali kepada para sahabat Nabi. Sahabat Nabi  adalah orang atau generasi pertama yang menerima tongkat estafet dan mewarisi apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Ada banyak hal yang membuat saya kagum ketika saya ber¬bicara tentang keutamaan para sahabat Nabi itu.

Di antaranya saja; kehebatan dan kuatnya keimanan mereka. Saya tidak akan menyebut¬kan yang lain-lain, kita tidak sampai. Dalam istilah jawa itu; kali sak dodo. Sekarang kita lihat bagaimana banyaknya tafsir-tafsir yang menjelaskan maksud Al Qur’an ada ribuan bahkan mungkin jutaan. Satu judul tafsir saja ada yang 50 jilid, 60 jilid. Seperti At Thabari, Fakhru Razi, atau juga yang baru-baru seperti tafsir Syekh Thanthawi. Banyak sekali. Belum lagi yang mem¬bahas fiqih, tauhid dan lain-lain.
Semenatara pada jaman sahabat dulu tidak ada kitab yang menumpuk seperti saat ini. Jangankan kitab, menulis pun tidak, karena banyak di antara mereka yang umiy’; tidak bisa baca-tulis. Begitu ada wahyu disampaikan oleh Rasulullah SAW pada sahabat, dihapal¬kan, dan mereka langsung hapal, langsung percaya, langsung yakin.

Ilmu mereka adalah apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Baik berupa wahyu atau hadits yang disampaikan oleh Rasullah. Tapi dengan kesederhanaan itu dapat menghasilkan satu keyakinan yang luar biasa yang terpatri dalam hati mereka. Keyakinan yang hebat itu mewarnai dalam ijtihadnya dalam mujahadahnya dan sebagainya. Banyak hadits yang menceritrakan bagaimana kekuatan dan kehebatan keimanan mereka yang luar biasa, bagaimana kecintaan mereka kapada Rasulullah, juga bagaimana kecintaan mereka kepada satu sama lain diantara para sahabat, kecintaan sahabat kepada ahlu bait-nya Rasulullah SAW.

Contohnya sahabat Bilal, bagaimana kecintaan beliau kepada Rasulullah. Pada waktu Rasulullah meninggal, langsung sahabat Bilal mengundurkan diri sebagai muadzin, sebab tidak sampai hati beliau mendengungkan kalimat Allahu akbar. Biasanya dilihat oleh Rasulullah dan sahabat lainnya, sementara pada saat itu Rasul telah mangkat. Sehingga bagaimana mungkin beliau bisa mengeluar¬kan suara sementara Rasulullah SAW yang selalu mendengar adzannya sudah tidak ada. Ketika mau adzan suaranya tidak mau keluar suaranya hilang. Karena apa? Sayidina Bilal Shock, karena mahabbah, kecintaan yang luar biasa kepada Rasulullah SAW. Sahabat Bilal bungkam, diam di Madinah sampai Rasulullah  dimakamkan. Setelah Rasulullah SAW dimakamkan sahabat Bilal tidak betah. Lalu sahabat Bilal pindah ke Syam (Syiria).

Di Syam  tadinya sahabat Bilal membayangkan akan mendapatkan sedikit ketenangan, tapi malah sebaliknya yang terjadi, terbayang wajahnya Rasulullah di mukanya terus, ahirnya ditemui oleh Rasulullah dalam mimpi. Ditanya oleh Rasulullah, ‘Bilal mengapa engkau  tinggal ditempat yang jauh betul dari Aku, katanya engkau ingin dekat dengan Aku, mengapa kamu pundah ke Syam?’ Langsung hari itu juga Sahabat Bilal pulang ke Madinah Al Munawroh, begitu sahabat Bilal ziarah ke makam Rasulullah, Sayidina Abu Bakar mendengar Sayidina Umar mendengar, mereka langsung menemui sahabat Bilal. Dan ziarah bersama. Sayidina Abu Bakar menangis. ‘Hai Bilal kapan datang?’ Tanya Khalifah Abu Bakar.

Mereka menangis rangkul-rangkulan. Kemudain Sahabat Abu Bakar meminta sayidina Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan di Madinah; ‘tolong dengung¬kan kembali adzanmu sebagaimana zaman Rasulullah.’ ‘Mulutku tidak bisa di buka,’ jawab Sayidina Bilal. Sayidina Umar yang juga meminta ke¬sediaan sahabat Bilal mendapat jawaban yang sama.

Akhirnya di sana ada 2 anak. Yang satu umurnya 9 tahun, yang satu umurnya 8 tahun, siapa mereka? Mereka adalah Imam Hasan dan Husain; dua orang cucu Nabi. Imam hasan dan Husain datang kepada Sahabat Bilal, begitu sahabat Bilal tahu, langsung menjemput kedatangan Imam Hasan dan Imam Husain. langsung dirangkul, begitu mencium kedua cucu Nabi, tambah sedih lagi sahabat Bilal, beliau kembali menangis. Karena apa? Keringat kedua anak ini tadi seperti keringat datuknya; baginda Nabi  SAW. Luar biasa.

Akhirnya dua orang ini berbicara. ‘Ya Bilal’ kata Sayidina Hasan yang saat itu ditemani adiknya; Imam Husain; ‘Tolong kumandangkan kembali adzan, sebagaimana engkau lakukan pada zaman datukku baginda Rasulullah SAW’. Dari situlah sahabat Bilal luluh. ‘Kalau yang memerintah adalah dua anak ini, mana mungkin aku bisa menolak. Karena ini adalah sempalan dari darah daging Rasulullah SAW. Kalau saya menolak, nanti di akherat bagaimana bertemu dengan baginda Rasul SAW,’ pikir sahabat Bilal.

Kemudian sahabat Bilal naik ke menara menunaikan adzan, ketika sahabat Bilal adzan seluruh penduduk Madinah, tidak anak kecilnya, tidak orang dewasanya, semua keluar dari rumahnya masing-masing sambil mengatakan Rasulullah hidup kembali-Rasulullah hidup kembali. Karena apa, mendengar suaranya Bilal. Sebab  ketika sahabat Bilal adzan selalu selalu pas dengan baginda Rasulullah SAW. Mereka semua keluar berduyun duyun mendengar suaranya Bilal ra.

Jumat, 10 Juni 2011

36 Keindahan Manhaj Salafus Shalih


1. Janji Allah bagi para pengikut setia Salafus Shalih

Allah ta’ala berfirman,

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu dan pertama-tama -berjasa kepada Islam- dari kalangan Muhajirin dan Anshar, beserta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Allah mempersiapkan untuk mereka surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di sana selama-lamanya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS. at-Taubah : 100)


2. Meyakini bahwa petunjuk merupakan karunia dari Allah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ هُوَ ابْنُ حَازِمٍ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ يَنْقُلُ مَعَنَا التُّرَابَ وَهُوَ يَقُولُ
وَاللَّهِ لَوْلَا اللَّهُ مَا اهْتَدَيْنَا وَلَا صُمْنَا وَلَا صَلَّيْنَا
فَأَنْزِلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا وَثَبِّتْ الْأَقْدَامَ إِنْ لَاقَيْنَا
وَالْمُشْرِكُونَ قَدْ بَغَوْا عَلَيْنَا إِذَا أَرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا

Abu an-Nu’man menuturkan kepada kami. Dia berkata; Jarir yaitu Ibnu Hazim mengabarkan kepada kami dari Abu Ishaq dari al-Barra’ bin Azib -radhiyallahu’anhu, dia berkata; Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat perang Khandaq mengangkut tanah bersama kami sambil mengatakan,
Demi Allah, kalau bukan karena Allah maka kami tidak akan mendapat petunjuk
Kami tidak berpuasa, tidak juga sholat
Maka turunkanlah ketenangankepada kami
Kokohkan pijakan kaki tatkala musuh menyerang kami
Orang-orang musyrik sungguh telah mengkhianati kami
Jika mereka menginginkan fitnah, tentu kami enggan untuk menuruti
(HR. Bukhari dalam Kitab al-Qadar, bab Wa maa kunnaa linahtadiya aula an hadaanallah)


3. Menjunjung tinggi ilmu

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُفَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ حُمَيْدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ خَطِيبًا يَقُولُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَاللَّهُ يُعْطِي وَلَنْ تَزَالَ هَذِهِ الْأُمَّةُ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللَّهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ

Sa’id bin Ufair menuturkan kepada kami. Dia berkata; Ibnu Wahb menuturkan kepada kami dari Yunus dari Ibnu Syihab, dia berkata; Humaid bin Abdurrahman mengatakan; Aku mendengar ketika Mu’awiyah berceramah dia mengatakan; Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah maka akan dipahamkan dalam hal agama. Sesungguhnya aku hanyalah orang yang membagi-bagi sedangkan Allah lah Yang Maha pemberi. Umat ini akan senantiasa tegak di atas ketetapan Allah, tidaklah membahayakan mereka orang-orang yang menyelisihi mereka hingga datang ketetapan Allah.” (HR. Bukhari di dalam Kitab al-’Ilm, bab Man yuridillahu bihi khairan yufaqqihhu fid dien).


4. Tidak menyembunyikan ilmu kecuali ada maslahat yang lebih kuat

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ النَّاسَ يَقُولُونَ أَكْثَرَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَلَوْلَا آيَتَانِ فِي كِتَابِ اللَّهِ مَا حَدَّثْتُ حَدِيثًا ثُمَّ يَتْلُو { إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنْ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى إِلَى قَوْلِهِ الرَّحِيمُ } إِنَّ إِخْوَانَنَا مِنْ الْمُهَاجِرِينَ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الصَّفْقُ بِالْأَسْوَاقِ وَإِنَّ إِخْوَانَنَا مِنْ الْأَنْصَارِ كَانَ يَشْغَلُهُمْ الْعَمَلُ فِي أَمْوَالِهِمْ وَإِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يَلْزَمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشِبَعِ بَطْنِهِ وَيَحْضُرُ مَا لَا يَحْضُرُونَ وَيَحْفَظُ مَا لَا يَحْفَظُونَ

Abdul Aziz bin Abdullah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik menuturkan kepadaku dari Ibnu Syihab dari al-A’raj dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata, “Sesungguhnya orang-orang mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak sekali meriwayatkan hadits. Kalau bukan karena dua buah ayat di dalam Kitabullah maka niscaya aku tidak akan menyampaikan satu hadits pun.” Lalu beliau membaca ayat (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk… sampai firman-Nya; Yang Maha penyayang.” “Sesungguhnya saudara-saudara kami dari kaum Muhajirin sibuk dengan berdagang di pasar-pasar dan saudara-saudara kami dari kaum Anshar sibuk dengan pekerjaan mereka dalam mengurus harta-harta mereka, sedangkan Abu Hurairah selalu menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perut yang merasa kenyang, dia hadir ketika mereka tidak hadir, dan dia hafal ketika mereka tidak menghafalnya.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab Hifzhul ilmi)


5. Memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا مُعْتَمِرٌ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي قَالَ سَمِعْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ قَالَ ذُكِرَ لِي أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ قَالَ أَلَا أُبَشِّرُ النَّاسَ قَالَ لَا إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَّكِلُوا

Musaddad menuturkan kepada kami. Dia berkata; Mu’tamir menuturkan kepada kami. Dia berkata; Aku mendengar bapakku berkata; Aku mendengar Anas bin Malik -radhiyallahu’anhu- mengatakan; disebutkan kepadaku bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa allam berkata kepada Mu’adz bin Jabal, “Barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apa pun maka dia pasti akan masuk ke dalam surga.” Maka Mu’adz berkata, “Apakah tidak sebaiknya kabar gembira ini kusebarkan kepada orang-orang?”. Maka Nabi menjawab, “Jangan, aku khawatir nanti mereka akan menggantungkan angan-angan dan meninggalkan amal.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab Man khassha bil ‘ilmi qauman duna qaumin karahiyata anlaa yafhamuu).


6. Bersemangat untuk mempelajari hadits

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ قَالَ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَقَدْ ظَنَنْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَنْ لَا يَسْأَلُنِي عَنْ هَذَا الْحَدِيثِ أَحَدٌ أَوَّلُ مِنْكَ لِمَا رَأَيْتُ مِنْ حِرْصِكَ عَلَى الْحَدِيثِ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

Abdul Aziz bin Abdullah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Sulaiman menuturkan kepadaku dari Amr bin Abi Amr dari Sa’id bin Abi Sa’id al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa dia mengatakan; suatu ketika ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berbahagia dengan syafa’atmu pada hari kiamat kelak?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku telah mengira wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang akan menanyakan mengenai hadits ini seorang pun yang lebih dahulu daripada engkau, sebab aku melihat besarnya semangatmu untuk mempelajari hadits. Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat kelak adalah orang yang mengatakan la ilaha illallah ikhlas dari dalam hati atau jiwanya.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab al-Hirsh ‘alal hadits).


7. Berhati-hati dalam meriwayatkan hadits Nabi

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْجَعْدِ قَالَ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ قَالَ أَخْبَرَنِي مَنْصُورٌ قَالَ سَمِعْتُ رِبْعِيَّ بْنَ حِرَاشٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَلِيًّا يَقُولُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجْ النَّارَ

Ali bin al-Ja’d menuturkan kepada kami. Dia berkata; Syu’bah mengabarkan kepada kami. Dia berkata; Manshur mengabarkan kepadaku, dia berkata Aku mendengar Rib’i bin Hirasy mengatakan; Aku mendengar Ali -radhiyallahu’anhu- mengatakan; Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian berdusta atas namaku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku hendaklah dia masuk ke dalam neraka.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm, bab Itsmu man kadzdzaba ‘alan Nabiyyi shallallahu ‘alaihi wa sallam).


8. Berpegang teguh dengan hadits tatkala berkecamuknya fitnah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ أَيَّامَ الْجَمَلِ لَمَّا بَلَغَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ فَارِسًا مَلَّكُوا ابْنَةَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

Utsman bin al-Haitsam menuturkan kepada kami. Dia berkata; Auf menuturkan kepada kami dari al-Hasan dari Abu Bakrah -radhiyallahu’anhu-, dia mengatakan; Sungguh Allah telah memberikan manfaat kepadaku dengan suatu kalimat di saat-saat terjadinya perang Jamal, yaitu ucapan yang terlontar ketika sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berita bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai raja mereka, maka beliau bersabda, “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka di bawah pimpinan perempuan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Fitan, bab al-Fitnatu alati tamuju kamaujil bahri)


9. Menerima hadits ahad dalam hal hukum maupun aqidah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ بَيْنَا النَّاسُ بِقُبَاءٍ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ إِذْ جَاءَهُمْ آتٍ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أُنْزِلَ عَلَيْهِ اللَّيْلَةَ قُرْآنٌ وَقَدْ أُمِرَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْكَعْبَةَ فَاسْتَقْبِلُوهَا وَكَانَتْ وُجُوهُهُمْ إِلَى الشَّأْمِ فَاسْتَدَارُوا إِلَى الْكَعْبَةِ

Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik menuturkan kepadaku dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin Umar -radhiyallahu’anhuma- dia berkata; Ketika orang-orang berada di Quba’ sedang melakukan sholat Subuh tiba-tiba ada seorang lelaki yang datang dan mengatakan, “Sesungguhnya telah turun ayat al-Qur’an kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semalam dan beliau diperintahkan untuk sholat menghadap ke Ka’bah, maka menghadaplah kalian ke arah sana.” Ketika itu wajah mereka menghadap ke Syam -Baitul Maqdis- maka kemudian mereka pun berputar menuju arah Ka’bah (HR. Bukhari dalam Kitab Akhbar al-Ahad, bab Maa jaa’a fi ijaazati khabaril wahid)


10. Memprioritaskan dakwah tauhid

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ جَمِيعًا عَنْ وَكِيعٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ إِسْحَقَ قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رُبَّمَا قَالَ وَكِيعٌ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ مُعَاذًا قَالَ بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ

Abu Bakr bin Abi Syaibah, Abu Kuraib, dan Ishaq bin Ibrahim menuturkan kepada kami, semuanya dari Waki’. Abu Bakar mengatakan; Waki’ menuturkan kepada kami dari Zakariya bin Ishaq, dia berkata Yahya bin Abdullah bin Shaifi menuturkan kepadaku dari Abu Ma’bad dari Ibnu ‘Abbas dari Mu’adz bin Jabal. Abu Bakar -perawi hadits- terkadang mengatakan; Waki’ mengatakan dari Ibnu Abbas bahwa Mu’adz berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku, beliau bersabda, “Sesungguhnya kamu akan menemui suatu kaum dari kalangan ahli kitab, maka ajaklah mereka kepada syahadat la ilaha illallah dan untuk mempersaksikan bahwa aku adalah utusan Allah. Kemudian apabila mereka telah mematuhinya maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka lima kali sholat wajib dalam setiap sehari semalam. Kemudian apabila mereka pun sudah mematuhinya maka ajarkanlah kepada mereka bahwa Allah juga mewajibkan kepada mereka sedekah/zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk dibagikan kepada orang-orang miskin di antara mereka. Kemudian apabila mereka mematuhinya, maka hati-hatilah kamu agar tidak mengambil harta-harta mereka yang paling berharga, dan jagalah dirimu dari doanya orang yang terzalimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara dirinya dengan Allah.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).


11. Menjauhi syirik dan kezaliman

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ وَأَبُو مُعَاوِيَةَ وَوَكِيعٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ { الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ } شَقَّ ذَلِكَ عَلَى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالُوا أَيُّنَا لَا يَظْلِمُ نَفْسَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ هُوَ كَمَا تَظُنُّونَ إِنَّمَا هُوَ كَمَا قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ { يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ }

Abu Bakar bin Abi Abi Syaibah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdullah bin Idris, Abu Mu’awiyah dan Waki’ menuturkan kepada kami dari al-A’masy dari Ibrahim dari Alqomah dari Abdullah, dia berkata; Ketika turun ayat (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman.” Maka hal itu terasa berat bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka mengadu, “Siapakah di antara kami ini yang tidak menzalimi dirinya sendiri?”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maksudnya bukanlah seperti yang kalian kira. Sesungguhnya yang dimaksud oleh ayat itu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Luqman kepada anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik kepada Allah, sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


12. Meyakini kafirnya Yahudi dan Nasrani

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الْأَعْلَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ وَأَخْبَرَنِي عَمْرٌو أَنَّ أَبَا يُونُسَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ وَلَا نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

Yunus bin Abdul A’la menuturkan kepadaku. Dia berkata; Ibnu Wahb mengabarkan kepada kami. Dia berkata; Amr mengabarkan kepadaku bahwa Abu Yunus menuturkan kepadanya dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah ada seorang pun yang mendengar kenabianku dari umat ini baik dari kalangan Yahudi ataupun Nasrani kemudian dia mati dalam keadaan belum beriman dengan ajaran yang kubawa kecuali dia pasti termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


13. Tidak mengikuti kesesatan ala Yahudi dan Nasrani

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ حَدَّثَنَا أَبُو عُمَرَ الصَّنْعَانِيُّ مِنْ الْيَمَنِ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ

Muhammad bin Abdul Aziz menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Umar as-Shon’ani dari Yaman menuturkan kepada kami dari Zaid bin Aslam dari Atho’ bin Yasar dari Abu Sa’id al-Khudri -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sungguh kalian juga akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang pernah dilakukan oleh orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai kalau mereka masuk ke dalam lubang Dhobb -sejenis biawak- niscaya ada pula di antara kalian yang akan mengikuti mereka.” Kami berkata, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?”. Beliau menjawab, “Kalau bukan, siapa lagi?”. (HR. Bukhari dalam Kitab al-I’tishom bil Kitab wa Sunnah, bab qaulin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam latatba’unna sanana man kaana qoblakum)


14. Lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ أَبِي عُمَرَ وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ جَمِيعًا عَنْ الثَّقَفِيِّ قَالَ ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ

Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Yahya bin Abi Umar, dan Muhammad bin Basyar mereka semua menuturkan kepada kami dari ats-Tsaqafi. Dia berkata; Ibnu Abi Umar mengatakan; Abdul Wahhab menuturkan kepada kami dari Ayub dari Abu Qilabah dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa yang memiliki ketiganya maka dia akan merasakan manisnya iman. Orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya. Dan dia tidak mencintai orang lain melainkan ikhlas karena Allah semata. Dan dia juga membenci kembali kepada kekafiran setelah Allah selamatkan dia darinya sebagaimana orang yang merasa benci apabila hendak dilemparkan ke dalam kobaran api.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


15. Mencintai para sahabat Nabi

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَبْرٍ قَالَ سَمِعْتُ أَنَسًا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آيَةُ الْمُنَافِقِ بُغْضُ الْأَنْصَارِ وَآيَةُ الْمُؤْمِنِ حُبُّ الْأَنْصَارِ

Muhammad bin al-Mutsanna menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdurrahman bin Mahdi menuturkan kepada kami dari Syu’bah dari Abdullah bin Abdullah bin Jabr, dia berkata; Aku mendengar Anas -radhiyallahu’anhu- berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tanda orang munafik adalah membenci kaum Anshar, dan tanda orang beriman adalah mencintai kaum Anshar.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


16. Teguh di atas Sunnah meskipun harus menyelisihi orang banyak

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ جَمِيعًا عَنْ مَرْوَانَ الْفَزَارِيِّ قَالَ ابْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا مَرْوَانُ عَنْ يَزِيدَ يَعْنِي ابْنَ كَيْسَانَ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ

Muhammad bin ‘Abbad dan Ibnu Abi Umar menuturkan kepada kami, semuanya dari Marwan al-Fazari, Ibnu Abbad mengatakan; Marwan menuturkan kepada kami, dari Yazid yaitu Ibnu Kaisan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana datangnya, maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


17. Memurnikan niat dalam beramal agar selalu ikhlas karena Allah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Abdullah bin Maslamah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Ibrahim dari Alqomah bin Waqqash dari Umar -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seluruh amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menaati Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau perempuan yang ingin dinikahinya maka hijrahnya hanya akan memperoleh apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Maa jaa’a innal a’mal bin niyah wal hisbah wa likullimri’in maa nawa)


18. Tidak mengungkit-ungkit pemberian

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالُوا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ مُدْرِكٍ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ خَرَشَةَ بْنِ الْحُرِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ قَالَ فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَ مِرَارًا قَالَ أَبُو ذَرٍّ خَابُوا وَخَسِرُوا مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْمُسْبِلُ وَالْمَنَّانُ وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ الْكَاذِبِ

Abu Bakr bin Abi Syaibah, Muhammad bin al-Mutsanna, dan Ibnu Basyar menuturkan kepada kami. Mereka berkata; Muhammad bin Ja’far menuturkan kepada kami dari Syu’bah dari Ali bin Mudik dari Abu Zur’ah dari Kharasyah bin al-Hurr dari Abu Dzar -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada tiga kelompok manusia yang tidak diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan diperhatikan dan tidak akan disucikan, serta mereka berhak menerima siksa yang sangat pedih.” Abu Dzar berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan perkataan itu sebanyak tiga kali. Lalu Abu Dzar mengatakan, “Sungguh rugi dan binasa mereka itu, siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Orang yang menjulurkan pakaiannya/musbil, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).


19. Khawatir amalnya tidak diterima

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

قَالَ إِبْرَاهِيمُ التَّيْمِيُّ مَا عَرَضْتُ قَوْلِي عَلَى عَمَلِي إِلَّا خَشِيتُ أَنْ أَكُونَ مُكَذِّبًا وَقَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ مَا مِنْهُمْ أَحَدٌ يَقُولُ إِنَّهُ عَلَى إِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَيُذْكَرُ عَنْ الْحَسَنِ مَا خَافَهُ إِلَّا مُؤْمِنٌ وَلَا أَمِنَهُ إِلَّا مُنَافِقٌ

Ibrahim at-Taimi mengatakan, “Tidaklah aku membandingkan antara ucapanku dengan amal yang telah aku lakukan melainkan aku merasa khawatir apabila ternyata aku adalah seorang yang mendustakan -amalnya menyelisihi ucapannya-.” Ibnu Abi Mulaikah mengatakan, “Aku telah bertemu dengan tiga puluh orang Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan mereka semua merasa takut dirinya tertimpa kemunafikan, tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengatakan bahwa dia memiliki iman sebagaimana yang dimiliki oleh Jibril dan Mika’il.” Dan diriwayatkan pula dari al-Hasan bahwa beliau mengatakan, “Tidaklah merasa takut akan hal itu kecuali seorang mukmin, dan tidaklah merasa aman dari tertimpa hal itu kecuali orang munafik.” (HR. Bukhari secara mu’allaq di dalam Kitab al-Iman, bab Khauful mu’min anyahbitha ‘amaluhu wahuwa laa yasy’ur)


20. Tidak meremehkan dosa dan pelanggaran

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مَهْدِيٌّ عَنْ غَيْلَانَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالًا هِيَ أَدَقُّ فِي أَعْيُنِكُمْ مِنْ الشَّعَرِ إِنْ كُنَّا لَنَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْمُوبِقَاتِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ يَعْنِي بِذَلِكَ الْمُهْلِكَاتِ

Abul Walid menuturkan kepada kami. Dia berkata; Mahdi menuturkan kepada kami dari Ghailan dari Anas radhiyallahu’anhu, dia mengatakan, “Sesungguhnya kalian akan melakukan perbuatan-perbuatan yang di dalam pandangan kalian hal itu lebih ringan daripada rambut namun dalam pandangan kami dulu di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hal itu termasuk perkara yang mencelakakan.” Abu Abdillah -yaitu Imam Bukhari- mengatakan, “Yang dimaksud perkara yang mencelakakan adalah yang membinasakan.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab Maa yuttaqa min muhaqqiratidz dzunub)


21. Berusaha melakukan yang terbaik tapi tidak berlebih-lebihan

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ مُطَهَّرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ مَعْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغِفَارِيِّ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ

Abdussalam bin Muthahhir menuturkan kepada kami. Dia berkata; Umar bin Ali menuturkan kepada kami dari Ma’n bin Muhammad al-Ghifari dari Sa’id bin Abu Sa’id al-Maqburi dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya ajaran agama ini mudah. Tidaklah ada seorang pun yang berlebih-lebihan -mempersulit diri- dalam melakukan ajaran agama ini kecuali dia pasti kalah. Beramallah sesempurna mungkin, -kalau tidak sanggup maka- upayakan agar mendekati ideal. Berikan kabar gembira, dan mintalah pertolongan -kepada Allah- dengan berangkat -untuk beramal- di awal dan di akhir siang, dan manfaatkanlah sedikit waktu di akhir malam.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab ad-Diin yusrun)


22. Kontinyu dalam beramal

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ مَالِكٍ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ كَانَ أَحَبُّ الْعَمَلِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي يَدُومُ عَلَيْهِ صَاحِبُهُ

Qutaibah menuturkan kepada kami dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah -radhiyallahu’anha- dia berkata, “Amal -kebaikan- yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang dilakukan secara terus menerus oleh pelakunya.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab al-Qashdu wal mudawamah’alal ‘amal)


23. Memiliki pandangan jauh ke depan

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ قَالَ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حُجِبَتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ وَحُجِبَتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ

Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; Malik menuturkan kepadaku dari Abu Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Neraka itu diliputi dengan hal-hal yang menyenangkan, sedangkan surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab Hujibatin naar bisy syahawat)


24. Bersemangat dalam meraih keutamaan

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ وَمُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَا حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ شِهَابٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Ahmad bin Yunus dan Musa bin Isma’il menuturkan kepada kami. Mereka berdua berkata; Ibrahim bin Sa’d menuturkan kepada kami. Dia berkata; Ibnu Syihab menuturkan kepada kami dari Sa’id bin al-Musayyab dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai amal apakah yang lebih utama, maka beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lalu ditanyakan lagi, “Kemudian apa?”. Beliau menjawab, “Berjihad di jalan Allah.” Lalu ditanyakan, “Kemudian apa?”. Maka beliau menjawab, “Haji mabrur.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Man qola innal iman huwal ‘amal)


25. Bertawakal kepada Allah

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ حُصَيْنَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ كُنْتُ قَاعِدًا عِنْدَ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ هُمْ الَّذِينَ لَا يَسْتَرْقُونَ وَلَا يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Ishaq menuturkan kepadaku. Dia berkata; Rauh bin Ubadah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Syu’bah menuturkan kepada kami. Dia berkata; Aku mendengar Hushain bin Abdurrahman mengatakan; Dahulu saya duduk di sisi Sa’id bin Jubair, maka dia mengatakan dari Ibnu Abbas -radhiyallahu’anhuma- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan masuk ke dalam surga di antara umatku tujuh puluh ribu orang tanpa hisab, mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta diruqyah, tidak beranggapan sial (tathayyur), dan mereka hanya bertawakal kepada Rabb mereka.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab W aman yatawakkal ‘alallah fahuwa hasbuh)


26. Tidak rela menjual agama demi mendapatkan kesenangan dunia

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ وَابْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا

Yahya bin Ayub, Qutaibah, dan Ibnu Hujr menuturkan kepadaku, semuanya dari Isma’il bin Ja’far, Yahya bin Ayyub berkata; Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; al-’Alla’ mengabarkan kepadaku dari bapaknya dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah dalam melakukan amalan sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita; ketika itu seorang di waktu pagi masih beriman namun di sore harinya menjadi kafir, atau di waktu sore dia masih beriman kemudian di pagi harinya dia menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan sekeping kesenangan dunia.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).


27. Tetap taat kepada penguasa muslim selama tidak untuk bermaksiat

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Qutaibah bin Sa’id menuturkan kepada kami. Dia berkata; Laits menuturkan kepada kami dari Ubaidillah dari Nafi’ dari Ibnu Umar -radhiyallahu’anhuma- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Wajib bagi setiap muslim untuk mendengar dan patuh -kepada penguasa- dalam perkara yang dia senangi atau yang dibencinya, kecuali apabila dia diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila dia diperintahkan untuk bermaksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Imarah)


28. Tidak berambisi kepada jabatan

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لَا تَسْأَلْ الْإِمَارَةَ فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ أُكِلْتَ إِلَيْهَا وَإِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا

Syaiban bin Farrukh menuturkan kepada kami. Dia berkata; Jari bin Hazim menuturkan kepada kami. Dia berkata; al-Hasan menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abdurrahman bin Samurah -radhiyallahu’anhu- menuturkan kepada kami, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepadaku, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan kepemimpinan. Sesungguhnya apabila kamu diberikan jabatan itu karena memintanya maka kamu tidak akan dibantu menunaikannya, namun apabila kamu diberikan hal itu tanpa sengaja memintanya maka kamu akan dibantu menunaikannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Imarah).


29. Menjauhi dosa-dosa besar

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ إِسْحَقُ أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ وَقَالَ عُثْمَانُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُرَحْبِيلَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ قَالَ قُلْتُ لَهُ إِنَّ ذَلِكَ لَعَظِيمٌ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تَقْتُلَ وَلَدَكَ مَخَافَةَ أَنْ يَطْعَمَ مَعَكَ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ أَنْ تُزَانِيَ حَلِيلَةَ جَارِكَ

Utsman bin Abi Syaibah dan Ishaq bin Ibrahim menuturkan kepada kami, Ishaq berkata; Jarir mengabarkan kepada kami, sedangkan Utsman mengatakan; Jari menuturkan kepada kami dari Manshur dari Abu Wa’il dari Amr bin Syurahbil dari Abdullah, dia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dosa apakah yang paling besar di sisi Allah?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu apabila kamu menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dia lah yang menciptakanmu.” Abdullah mengatakan, “Aku berkata kepada beliau, ‘Sesungguhnya itu adalah dosa yang sangat besar.’.” Abdullah berkata, “Aku berkata; kemudian apa?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu apabila kamu membunuh anakmu karena takut dia ikut makan bersamamu.” Abdullah berkata, “Lalu apa lagi?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu apabila kamu berzina dengan isteri tetanggamu.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


30. Senang apabila saudaranya mendapatkan kebaikan, tidak dengki kepadanya

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَنْ حُسَيْنٍ الْمُعَلِّمِ قَالَ حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Musaddad menuturkan kepada kami. Dia berkata; Yahya menuturkan kepada kami dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas radhiyallahu’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diriwayatkan pula dari Husain al-Mu’allim, dia berkata; Qatadah menuturkan kepada kami dari Anas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai bagi saudaranya -kebaikan- yang dicintainya untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Minal iman anyuhibba liakhihi maa yuhibbu linafsihi)


31. Menghargai orang lain dan tunduk kepada kebenaran

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ وَإِبْرَاهِيمُ بْنُ دِينَارٍ جَمِيعًا عَنْ يَحْيَى بْنِ حَمَّادٍ قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ أَبَانَ بْنِ تَغْلِبَ عَنْ فُضَيْلٍ الْفُقَيْمِيِّ عَنْ إِبْرَاهِيمَ النَّخَعِيِّ عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

Muhammad bin al-Mutsanna, Muhammad bin Basyar, dan Ibrahim bin Dinar menuturkan kepada kami, semuanya dari Yahya bin Hammad, Ibn al-Mutsanna mengatakan; Yahya bin Hammad menuturkan kepadaku. Dia berkata; Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Aban bin Taghlib dari Fudhail al-Fuqaimi dari Ibrahim an-Nakha’i dari Alqomah dari Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu’anhu- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun hanya sekecil anak semut.” Maka ada seorang yang berkata, “Sesungguhnya seseorang menyukai apabila dia mempunyai pakaian yang bagus dan sandal yang bagus, lalu bagaimana?”. Maka beliau mengatakan, “Sesungguhnya Allah itu Maha indah dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman).


32. Berkata-kata baik atau diam

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنِي عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Abdul Aziz bin Abdullah menuturkan kepadaku. Dia berkata; Ibrahim bin Sa’d menuturkan kepada kami dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah yang baik atau diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya.” (HR. Bukhari dalam Kitab ar-Riqaq, bab Hifzhul lisan)


33. Tidak menyakiti saudaranya tanpa hak

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Sa’id bin Yahya bin Sa’id al-Qurasyi menuturkan kepada kami. Dia berkata; Ayahku menuturkan kepada kami. Dia berkata; Abu Burdah bin Abdullah bin Abu Burdah menuturkan dari Abu Burdah dari Abu Musa radhiyallahu’anhu, dia berkata; Mereka -para sahabat- berkata, “Wahai Rasulullah, Islam yang manakah yang lebih utama?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu keislaman orang yang dapat membuat orang Islam lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-Iman, bab Ayyul Islam afdhal)


34. Tidak mengadu domba saudaranya

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Sahihnya :

و حَدَّثَنِي شَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ الضُّبَعِيُّ قَالَا حَدَّثَنَا مَهْدِيٌّ وَهُوَ ابْنُ مَيْمُونٍ حَدَّثَنَا وَاصِلٌ الْأَحْدَبُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلًا يَنُمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

Syaiban bin Farrukh dan Abdullah bin Asma’ ad-Dhuba’i menuturkan kepadaku, mereka berdua berkata Mahdi yaitu Ibnu Maimun menuturkan kepada kami. Dia berkata; Washil al-Ahdab menuturkan kepada kami dari Abu Wa’il dari Hudzaifah bahwa telah sampai kepadanya ada seorang lelaki yang suka mengadu domba ucapan, maka Hudzaifah -radhiyallahu’anhu- pun mengatakan; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


35. Tidak mengganggu tetangga

Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ جَمِيعًا عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ ابْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ قَالَ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Yahya bin Ayub, Qutaibah bin Sa’id, dan Ali bin Hujr mereka semua menuturkan kepada kami dari Isma’il bin Ja’far, Ibnu Ayyub berkata; Isma’il menuturkan kepada kami. Dia berkata; al-’Alla’ mengabarkan kepada saya dari bapaknya dari Abu Hurairah -radhiyallahu’anhu- bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak bisa merasa aman dari gangguan-gangguannya.” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman)


36. Menjauhi perkara syubhat

Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الْحَلَالُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لَا يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ فَمَنْ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلَا إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

Abu Nu’aim menuturkan kepada kami. Dia berkata; Zakariya menuturkan kepada kami dari Amir, dia berkata; Aku mendengar an-Nu’man bin Basyir -radhiyallahu’anhuma- mengatakan; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perkar yang halal itu jelas dan perkara yang haram itu jelas, sedangkan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang samar dan banyak orang yang tidak mengetahui hukumnya. Barangsiapa yang menjaga diri dari perkara-perkara yang samar tersebut maka dia telah menjaga kebersihan agama dan harga dirinya. Dan barangsiapa yang terjerumus dalam perkara-perkara yang samar tersebut maka ia sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar daerah larangan hampir-hampir saja dia menerjangnya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja pasti memiliki daerah larangan. Ketahuilah, sesungguhnya daerah larangan Allah adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia sehat maka sehatlah seluruh tubuh. Dan apabila ia sakit maka sakitlah seluruh tubuh, ketahuilah sesungguhnya se